Beranda | Artikel
Beberapa Salah Kaprah di Masyarakat Seputar Puasa
Jumat, 8 April 2022

Beberapa Salah Kaprah di Masyarakat Seputar Puasa

  1. Jika Haid, maka Tidak Perlu Puasa dan Tidak Perlu Meng-qadha

Kami pernah mendapati ada orang yang memahami bahwa jika wanita haid maka tidak perlu puasa di bulan Ramadhan dan tidak perlu menggantinya. Jelas ini pemahaman yang keliru. ‘Aisyah radhiallahu’anha pernah ditanya:

ما بَالُ الحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، ولَا تَقْضِي الصَّلَاةَ. فَقالَتْ: أحَرُورِيَّةٌ أنْتِ؟ قُلتُ: لَسْتُ بحَرُورِيَّةٍ، ولَكِنِّي أسْأَلُ. قالَتْ: كانَ يُصِيبُنَا ذلكَ، فَنُؤْمَرُ بقَضَاءِ الصَّوْمِ، ولَا نُؤْمَرُ بقَضَاءِ الصَّلَاةِ

“Mengapa wanita haid harus meng-qadha puasa dan tidak perlu meng-qadha shalat?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang wanita Haruriyah (Khawarij)?”. Ia menjawab, “Saya bukan orang Haruriyah, namun saya sekedar bertanya”. Aisyah berkata, “Dahulu juga kami mengalami haid (di masa Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam), namun kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha shalat” (HR. Al Bukhari no. 321, Muslim no. 335).

Maka jelas bahwa wanita haid wajib meng-qadha puasanya di luar Ramadhan. 

  1. Jika Haid, maka Tidak Perlu Puasa dan Cukup Bayar Fidyah

Ini keyakinan yang keliru. Sebagaimana dalam riwayat di atas, wanita haid itu meng-qadha puasanya. Kecuali jika ia sakit dengan penyakit yang berat dan tidak diharapkan kesembuhannya atau sudah tua renta dan tidak mampu puasa lagi. Maka ketika itu barulah ia membayar fidyah.

  1. Berbohong Membatalkan Puasa

Tidak ada dalil yang membuktikan bahwa berbohong itu membatalkan puasa. Namun memang berbohong itu bisa membatalkan pahala puasa, sebagaimana maksiat-maksiat lainnya. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعَمَلَ به والجَهْلَ، فليسَ لِلَّهِ حاجَةٌ أنْ يَدَعَ طَعامَهُ وشَرابَهُ

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalan dusta serta kejahilan (maksiat), maka Allah tidak butuh amalan ia meninggalkan makan atau minum” (HR. Bukhari no. 6057).

Maka orang yang berbohong ketika sedang puasa, bisa jadi puasanya sah sehingga ia tidak dituntut untuk mengulang kembali namun pahalanya berkurang atau hangus.

Andaikan berbohong membatalkan puasa maka maksiat-maksiat lain juga membuat puasa batal. Karena dalam hadis di atas tidak hanya disebutkan berbohong saja.

  1. Makan Sahur itu Pukul 2 Malam atau Pukul 3 Malam

Walaupun tidak keliru secara total dan makan sahurnya tetap sah, namun ini tidak sesuai dengan apa yang disunnahkan. Karena dianjurkan untuk menunda sahur hingga mendekati waktu terbitnya fajar, selama tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur. Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma bertanya kepada Zaid bin Tsabit radhiyallahu ’anhu,

كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً

“Berapa biasanya jarak sahur Rasulullah dengan azan (subuh)? Zaid menjawab: sekitar 50 ayat” (HR. Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097).

Demikian juga, makan sahur pukul 2 atau 3 malam, membuat seseorang mengantuk setelahnya dan terlewat shalat subuh. 

Namun makan sahur pada waktu demikian tetap sah karena awal waktu sahur adalah pertengahan malam. An Nawawi rahimahullah mengatakan:

وقت السحور بين نصف الليل وطلوع الفجر

“Waktu sahur itu antara pertengahan malam hingga terbit fajar” (Al Majmu’).

  1. Tidurnya Orang Puasa itu Ibadah, maka Perbanyaklah Tidur

Hadis:

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ

“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437). Hadis ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadis ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).

Terdapat juga riwayat yang lain:

الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadis ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).

  1. Tidak Keramas di Siang Hari karena Nanti Masuk Pori-pori dan Batal Puasanya

Ini keyakinan yang tidak berdasar sama sekali. Karena andaikan air masuk pori-pori kulit pun, maka itu tidak sama dengan minum dan tidak membatalkan puasa. Terlebih lagi terdapat hadis dari sebagian sahabat Nabi:

لقد رأيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ بالعرجِ يصبُّ علَى رأسِهِ الماءَ ، وَهوَ صائمٌ منَ العطشِ ، أو منَ الحرِّ

“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam ketika di Al ‘Urj beliau menyiram kepalanya dengan air dalam keadaan sedang berpuasa. Beliau lakukan demikian karena saking hausnya atau saking panasnya” (HR. Abu Daud no.2365, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

  1. Tidak Boleh Bermaksiat ketika Puasa, namun setelah Berbuka Baru Bermaksiat

Terkadang ada orang yang menahan diri untuk tidak pacaran di siang hari, namun setelah berbuka puasa ia pacaran. Ada yang menahan diri untuk tidak ghibah dan berbohong di siang hari, namun setelah berbuka puasa ia ghibah dan berbohong. Dan sebagainya.

Ini keyakinan yang aneh sekali. Karena maksiat itu diharamkan baik ketika puasa maupun setelah berbuka. Bahkan diharamkan di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Bahkan ibadah puasa adalah untuk melatih kita agar terbiasa menjauhkan diri dari maksiat. Karena jika yang mubah saja kita bisa menahan diri, maka apalagi yang haram. Sehingga orang yang bermaksiat setelah berbuka, seakan-akan ibadah puasa tidak ada manfaatnya buat dia.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Disusun oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/38203-beberapa-salah-kaprah-di-masyarakat-seputar-puasa.html